Bonsai merupakan salah satu seni pemangkasan tumbuhan atau
pohon dengan membesarkan tanaman di pot saja. Kultivasi termasuk teknik-teknik
untuk pembentukan , pengairan dan pengepotan di segala macam bentuk pot.
Berasal dari daratan China pada zaman Dinasti Han, ‘Bonsai’
adalah pelafalan bahasa Jepang untuk tanaman tersebut yang bahasa Mandarin -nya
“pen zai”, yang ditandai dengan digunakannya karakter kanji. Kata ‘Bonsai’ di
Barat digunakan untuk semua macam tanaman atau pohon miniatur yang ditanam di
dalam wadah tertentu atau pot.
Dalam bahasa Jepang, bonsai berarti “tanaman di pot”.
Biasanya akan berasosiasi dengan sebuah miniatur pohon yang ditanam di dalam
pot atau kontainer. Pohon yang di bonsai umumnya berupa pohon berkayu (misalnya
pohon beringin, dll) atau pohon buah-buahan dan kadang berupa pohon bunga.
Bonsai yang baik dapat diletakkan diluar pekarangan sepanjang tahun.
Efek artistik dari bonsai dilihat dari keseimbangan dalam
ukuran batang, daun, ranting bunga atau buah dan pot yang digunakan. Pot yang
dipakai haruslah yang mendukung suasana pohon yang ditanam. Bonsai sekarang
menjadi cukup populer termasuk di Indonesia.
Sejarah
Bonsai
Asalnya bonsai dipercayai mulai paling sedikitnya 4000 tahun
lalu pada zaman Dinasti Han di China[rujukan?]. Sejak saat itu sudah
dikembangkan ke bentuk-bentuk baru di bagian-bagian China, Jepang, Korea dan
Vietnam.
Pada mulanya, orang-orang Jepang menggunakan pohon miniatur
yang dibesarkan di wadah-wadah untuk mendekorasi rumah dan taman mereka. Pada
zaman Zaman Edo, penanaman tersusun di kebun mendapat kepentingan yang baru.
Kultivasi tanaman seperti azalea dan maple menjadi suatu hobi untuk masyarakat
yang tingkat atas. Pada waktu tersebut, istilah yang dipakai untuk memanggil pohon
kerdil yang dipotkan adalah hachi-no-ki.
Sedangkan kata Bonsai itu diserap dari bahasa Mandarin
Pen-Zai (Pen = Pot – Zai = Pohon), sebelumnya dalam bahasa Jepang disebut
“Hachi-no-ki” = Pohon di dalam Pot. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Bonsai itu
sebenarnya berasal dari Tiongkok. Seni mengerdilkan tumbuh-tumbuhan di Tiongkok
lebih dikenal dengan sebutan Penjing (Pinyin). Pen = Pot/Wadah/Dulang - Ying =
Panorama Alam.
Penjing itu adalah merupakan seni mengerdilkan tanaman
dengan mengambil inspirasi dari bentuk panorama alam. Gambar siluet dari
panorama alam inilah yang mereka tata dalam sebuah tanaman yang dikerdilkan,
hingga tanaman itu berbentuk lukisan alam yang indah dan hidup.
Penjing bisa dibagi dalam tiga kategori: Penjing Pohon
(Shumu Penjing), Penjing pemandangan/Alam (Shanshui Penjing), Penjing Air dan
Tanah (Shuihan Penjing).
Asal muasalnya dari seni Penjing berdasarkan mitologi; konon
ada seorang ahli sihir yang bernama Jiang Feng yang memiliki kemampuan menyihir
sehingga apa saja yang disihir olehnya akan menjadi kecil.
Sedangkan He-Nian seorang pujangga ketika zaman Dinasti Yuan
telah menulis beberapa puisi mengenai Penjing dan salah satu kalimatnya telah
menjadi kredo: “Yang Terkecil menjadi Yang Terbesar”
Seni Penjing sudah dikenal sejak zaman Dinasti Tang, tetapi
baru pada saat Dinasti Qin menjadi sangat terkenal dan digandrungi oleh para
pejabat tinggi maupun para Bikshu, sehingga setiap tahunnya diadakan lomba seni
Penjing.
Konon ketika kerajaan Shuhan terjadi persaingan terselubung
antara kanselir Zhuge Liang (Cukat Liang) dengan Liu Bei. Untuk membuktikan
tanda kesetiaannya Liu Bei terhadap Cukat Liang dan juga keinginan damainya.
Liu Bei menghadiahkan Penjing Pohon buah Pear. Melalui pohon inilah hati sang
kanselir akhirnya bisa luluh. Perlu diketahui bahwa Liu Bei juga adalah seorang
satrawan maka dari itu Penjing Pohon yang bentuknya lurus seperti pena disebut
Wenren Mu (Pohon Para Pujangga) dalam bahasa Jepang disebut Bunjingi.
Bonsai pertama kali diperkenalkan ke umum oleh Jepang pada
tahun 1867 ketika Expo Dunia di Paris.
Seni mengerdilkan/pemangkasan tanaman dikembangkan juga oleh
para Biksu aliran Tao, karena Penjing ini juga merupakan lambang dari
keseimbangan serta keharmonisan manusia dengan alamnya. Dari pemeliharaan seni
Penjing mereka bisa mendapatkan secara tidak langsung kepuasan batiniah yang
tak ternilai. Para Biksu inilah jugayang membawa seni Penjing ke Jepang yang
akhirnya dikembangkan menjadi seni Bonsai.
Diperkirakan seni Penjing ini pertama kali datang ke Jepang
antara era Kaisar Kammu (737 - 806) hingga akhirnya masa kejayaan Kerajaan Edo
pada kepemimpinan Shogun Dinasti Tokugawa (1603 - 1867). Sedangkan sebagian
pihak menganggap Bonsai hadir pada masa Dinasti Kamakura (1185 - 1333). Hal ini
terjadi karena adanya bukti otentik berupa lukisan seorang pejabat Shogun
Kamakura dengan Bonsai.
Para penggemar Bonsai pada umumnya beli pohon tidak di
Jepang melainkan di China atau di Taiwan sebab disana harganya jauh lebih murah
daripada di Jepang yang bisa dua sampai tiga kali lipat lebih mahal. Harga per
pohon di Taiwan bisa puluhan juta, kebalikannya di Indonesia orang masih ada
yang bersedia bayar ratusan juta Rp untuk bisa mendapatkan satu pohon Bonsai
yang bagus.
Karangan yang berasal dari kurun masa tahun 1300-an, Rhymeprose
on a Miniature Landscape Garden, oleh seorang biksu Zen Jepang Kokan Shiren
menggaris-besarkan prinsip estetis untuk bonsai, bonseki dan arsitektur
pertamanan.
Pohon bonsai yang tertua yang diketahui ada di dalam koleksi
Happo-en (kebun pribadi dan restoran eksklusif) di Tokyo, Jepang dimana bisa
ditemukan bonsai-bonsai yang berusia 400 sampai 800 tahun.
Ukuran Bonsai
Ada 4 ukuran bonsai yang biasa dipakai, yaitu miniatur,
kecil, sedang, dan rata-rata. Miniatur biasanya berukuran tinggi sekitar 5 cm. Umumnya
bonsai miniatur disiapkan dalam waktu sekitar 5 tahun. Bonsai kecil biasanya
mempunyai tinggi antara 5 sampai 15 cm dan memerlukan persiapan sekitar 5-10
tahun. Bonsai ukuran sedang mempunyai tinggi antara 15 sampai 30 cm, dan bonsai
rata-rata mempunyai tinggi 60 cm dengan waktu perisapan sekitar 3 tahun.